Bumi Cinta

Posted: Saturday, September 8, 2012 by absolutena in Labels: ,
0

Sebenarnya pengalaman membaca AAC dan KCB tidak terlalu bagus, tetapi karena penasaran dengan pengambilan latarnya di Rusia jadi tertarik---karena buku Kang Abik , rata-rata pengambilan setting di Mesir, Negeri Arab, dan Indonesia.

Semua yang sudah baca novel "fenomenal" sebelumnya, begitu dihadapkan dengan novel 'Bumi Cinta' pasti komentar, yah... teteeeeepp aja model ceritanya begini. Ya. itu yang juga saya rasakan. Memang untuk cerita cintanya hampir setipe---gak hampir sih, mungkin 80% mirip--dengan AAC dan KCB.

Namun, secara garis besar sebenarnya saya suka dengan ceritanya, sayangnyaaaaaa cara meramu alur dan plot sangat tidak nyaman. Awalnya saya begitu tertarik dengan judul penelitian Ayyas "Kehidupan Umat Islam di Masa Pemerintahan Stalin"--yang nantinya gak terlalu jelas apakah akan masuk ke Pemerintahan Lenin atau gak.

HISTORY
Sayangnyaaaaa [lagi] ternyata di dalam buku ini dibahas panjang hanya SEKALI! Itupun penyampaiannya hanya berbentuk narasi, dengan gaya literatur, tanpa ada sentuhan 'kelenturan' fiksi. Yah, harapan saya akan menemukan banyak dialog atau mungkin sesuatu yang menarik berkenaan dengan zaman komunis di Rusia pupus sudah.

Yang membuat saya berkerut dahi adalah beberapa kali penulis menyinggung tentang pembantaian PKI di Indonesia. Menurut saya koq ya terlalu mengikuti buku-buku sejarah anak sekolah ya? Padahal sejauh yang saya tahu--CMIIW, soal pembantaian dan G30SPKI masih sangat abu-abu, masih tidak jelas, apakah memang PKI pelakunya, atau mereka hanyalah kambing hitam segala intrik politik saat itu. I don't know, yang pasti jika saya disuruh menuangkan sejarah itu dalam cerita akan berpikir seribu kali.

Melirik ke para tokoh Bumi Cinta, sebenarnya masing-masing memiliki daya tarik, tapi sayangnyaaaa [lagi dan lagi] tidak disampaikan dengan apik, sebagian besar dicertakan dengan cara tumplek-blek. Hmmm... gini maksudnya, seperti tokoh Lenor yang sebenarnya keren dan bombastis, mengingat digambarkan sebagai agen Yahudi dan berprofesi sebagai wartawan. Tapi di sini hanya tidak digambarkan aktivitas detailnya, hanya gambaran umum bahwa dia adalah seorang agen Yahudi, hanya disinggung sedikit2---yang penting nanti nyeret Ayyas biar jadi tersangka. Padahal mendekati ujung sosok Lenor bakalan jadi orang "penting".

Nah di ujung-ujung itulah--yang membuat saya sangat-sangat sebal---latar belakang Lenor disampaikan dengan tumplek blek, hampir se-bab dan panjaaaang ceritanya tentang Lenor, rasanya kepala yang tadinya kosong tentang Lenor jadi penuh---malah kepenuhan---dengan cerita latar belakangnya. Mbok ya o ---halah bahasa apa ini??--- sebelum-sebelumnya latar belakang Lenor diceritakan sedikit-sedikit, jadinya kepala pembaca bisa lebih natural menerima sosok Lenor, bukan malah seperti dipaksa alias dicekoki.

Kemudian beralih ke sosok Doktor Anastasia yang cantik dan --katanya--cerdas. Sayangnyaaaa---kayaknya ni kata jadi favorit---saya tidak menangkap kecerdasan sang doktor kecuali dari deskripsi si penulis atau pemikiran Ayyas. Saya tidak menangkap kecerdasan Anastasia dalam dialog-dialognya bersama Ayyas--terutama yang membahas tentang dunia Islam. Ketika mereka berbincang yang saya tangkap hanya sekadar Anastasia bertanya dan Ayas menjawab dengan panjaaaaang dan lebaaaar, dan saya tidak menangkap sebuah diskusi yang sewajarnya terjadi antara dua orang yang kabarnya cerdas tersebut. Apakah Anastasia bengong saking terkesimanya dengan sosok Ayyas? Padahal di bab belakang sempat disinggung bahwa Ayyas yakin Doktor Anastasia adalah seorang kutu buku yang pasti membaca buku tentang Islam. Harusnya mah, Anastasia sedikit banyak bisa melempar atau "menghadang" jawaban Ayyas, walaupun nantinya dia tetep kalah argumentasi.

Kemudian beralih ke hal yang hampir miri, yaitu Viktor Murasov--yang kabarnya salah satu tokoh ilmuwan Rusia yang terpandang-- dengan sangat mudah bertekuk lutut dari penjelasan Ayyas. Ya sih, penjelasannya cukup nendang, tapi rasanya koq ya terlalu gampang gitu loh. Ini orang pinter di Rusia lho, salah satu negara intelektual dunia. Belum lagi cara Ayyas menyampaikan segala penjelasannya, sangat menggurui, dan monoton.

Baiklah, terlepas dari segala kenegatifannya. Saya cukup salut dengan riset lokasi di Rusia, dengan menyebutkan detail jalur-jalur perjalanan setiap kali tokoh akan menuju ke suatu tempat, tapi tetep aja saya hanya bisa ber-iya-iya karena tidak terlalu tahu rute di Rusia.

Selain itu, saya sangat menyukai ending cerita, minimal si ending bisa menyenangkan hati saya yang sudah memaksa2 diri untuk menuntaskan isi buku. Pfth..

0 comments: